Jumat, 14 Maret 2014

Pengaruh Komik terhadap Gambar Karya Anak-anak SD




Komik merupakan bahan bacaan yang sangat popular di kalangan anak-anak.  Crayon Shin-Chan, Conan, Doraemon, Pikachu, Donald Duck, Mickey Mouse, Obelix, Asterix, Tintin, adalah beberapa tokoh cerita komik yang sangat dikenal oleh anak-anak kota besar di Indonesia. Semua nama tokoh cerita asing itu begitu melekat dalam ingatan anak-anak. Kini, anak-anak di kota kecilpun telah mulai banyak tahu tentang tokoh-tokoh cerita asing tersebut. Mereka mendapatkan pengetahuan tentangnya dari media massa, terutama dari televisi yang menayangkan film animasi cerita komik dimaksud. Dengan pesatnya perkembangan teknologi, maka sangat memudahkan anak-anak untuk dapat mengetahui komik-komik buatan luar negeri ini.
Tahun 1951-an, Poerwadarmita penyusun Logat Ketjil Bahasa Indonesia, belum memasukkan istilah komik dalam kamus yang disusunnya. Bisa diperkirakan bahwa peristilahan tadi masih dianggap asing. Dalam kamus yang disusun lebih kini, istilah komik tersebut sudah umum dikenal. Misalnya, dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia (KUBI) akan kita temukan pengertian komik sebagai "bacaan bergambar, cerita bergambar (dl majalah, surat kabar atau berbentuk buku)"
Istilah komik berasal dari bahasa Inggris (Amerika?) comic, yang berarti cerita atau buku komik; yang bersifat gembira (Echols dan Shadily, 1990: 129), cerita bergambar yang lucu (Wojowasito, 1985: 75). McCloud (2001) dalam buku Understanding Comics yang unik, karena disusun dalam gaya penceritaan buku komik, memaparkan tentang komik secara lebih lengkap. Disebutkan, bahwa pengertian komik: "Gambar-gambar serta lambang-lambang lain yang terjukstaposisi (jukstaposisi =  berdekatan,bersebelahan) dalam turutan tertentu, untuk menyampaikan informasi dan/atau mencapai tanggapan estetis dari pembacanya" (McCloud, 2001: 9).
Perkembangan pengadaan maupun pembuatan buku komik di Indonesia tampaknya tidak sama dengan yang terjadi di Amerika, Eropa, ataupun Jepang. Tahun 1960 s.d. 1970-an tercatat sebagai masa jayanya para pekomik Indonesia. Namun, keberadaan komik Indonesia memang tidak pernah tetap.

Adanya komik dengan cerita yang beragam  dapat berdampak pada gambar karya anak-anak. Pada tahapan tertentu anak-anak usia sekolah dasar menggambar dengan cara meniru. Mereka ingin menguasai cara menggambar objek secara mirip. Dalam beberapa hasil observasi di lapangan, anak usia 5-9 tahun, suka meniru gambar dalam buku bacaan, gambar buatan temannya, atau juga gambar tokoh-tokoh cerita yang sangat disukainya. Anak-anak tertentu yang memiliki pembawaan khusus, pada usia 2,8 tahun sudah bisa meniru gambar tokoh cerita yang sangat disukainya. Anak-anak sekolah dasar masih belum bisa berpikir abstrak sehingga dalam hal menggambar atau yang lainnya, memerlukan suatu contoh yang kongkrit untuk dapat melaksanakan pembelajarannya.
Hampir seluruh anak-anak sekolah dasar senang meniru gambar atau karakter tokoh komik kesukaannya. Namun, kesenangan meniru gambar tokoh cerita kesukaan, terkadang dihambat oleh perkembangan nalar anak yang semakin realis. Artinya, dalam proses meniru, anak-anak berpikir keras agar hasil karyanya bisa sama bagusnya dengan tokoh yang ada dalam komik, sehingga anak tidak bisa berekspresi dengan bebas. Pertimbangan mirip dan tidak mirip mulai muncul menjadi penghambat tingkat ekspresivitas anak dalam menggambar. Beberapa anak yang kurang percaya diri mulai suka menghapus gambar karyanya. Hal tersebut dilakukan agar anak bisa memdapat gambar yang persis sama.
Irama perkembangan masing-masing anak tidak ada sama persis. Meskipun demikian, hal yang sangat mengejutkan tampak pada gambar buatan anak-anak yang menjadi objek penelitian ini. Anak laki-laki maupun perempuan telah sangat terpengaruh oleh adanya tokoh-tokoh komik, terutama komik Jepang. Hal itu jelas tampak dalam gambar buatan mereka. Jika anak tidak ingin berespresi banyak dalam menggambar, gambar yang dibuat akan secara khusus tentang tokoh komik semata. Akan tetapi, banyak pula anak-anak sekolah dasar yang senang menggabungkan gambar pemandangan alam Indonesia dengan tokoh-tokoh komik di dalamnya.
Paduan antara gambar tokoh-tokoh komik dengan gambar pemandangan alam biasanya menjadi favorit bagi anak-anak sekolah dasar. Anak biasanya memiliki imajinasi yang cukup baik, sehingga dapat memadukan antara tokoh komik dengan pemandangan. Misalnya, anak menggambar tokoh Doraemon yang terbang di atas gunung, Donald Duck yang bermain di halaman rumah, dan lain sebagainya.
Pada saat ini banyak pemerhati komik yang bermunculan. Salah satu di antaranya, yang giat melakukan seminar dan penelitian tentang pengaruh komik terhadap anak-anak di Indonesia, adalah Pusat Kajian Komik Indonesia (PKKI) pada Program Pascasarjana Program Studi  Kajian Wanita, Universitas Indonesia. Mereka meneliti tentang daya tarik komik Jepang bagi anak-anak di kota besar di Indonesia seperti Jakarta. Mereka melakukan kegiatan-kegiatan pemerhatian terhadap komik, berangkat dari kepedulian mereka tentang kondisi realistis anak-anak terkait dengan komik sebagai sumber pengaruh dalam pembelajaran anak. Dengan demikian, diharapkan komik yang beredar mampu untuk mengimbangi perkembangan pemikiran anak-anak.
Banyak hal-hal yang tidak baik yang dilakukan anak yang meniru perbuatan atau karakter dari tokoh yang sukainya. Contohnya saja, peristiwa buruk yang terjadi antara tahun 1995-1996. Seorang murid menusuk gurunya. Peristiwa itu diduga sebagai pengaruh film kartun Neon Genesis Evangelion yang yang tengah naik daun saat itu. Di dalamnya memang ada adegan salah satu Eva menusuk lawan dengan senjata serupa pisau cutter. Agar hal tersebut tidak terjadi lagi, maka perlu disikapi dengan bijaksana. Misalnya dengan melakukan penyaringan terhadap isi komik anak-anak sehingga tidak ada lagi adegan-adegan yang berbahaya yang mungkin ditiru oleh anak-anak sebagai pembacanya.
Di Indonesia belum tercatat kasus yang menggemparkan seperti itu akibat pengaruh komik, hal ini terkait dengan masih rendahnya minat baca masyarakat kita. Minat baca yang kurang memang mengurangi resiko terpengaruh oleh hal-hal negatif pada komik, namun hal tersebut membuat Negara Indonesia tidak pernah maju seperti Negara-negara lainnya. Namun kini, setelah komik-komik asing dimunculkan lengkap dengan film animasi cerita yang sama di televisi, video game, play station, video compact disk (VCD), dan personal computer game, minat pembaca muda Indonesia tampaknya mulai bangkit. Akibat langsung dari film animasi dan lebih khusus komik bisa tampak dari kesukaan siswa sekolah dasar mengoleksi buku komik dan meniru-niru bentuk tokoh kesayangan mereka dalam bentuk gambar. Sejumlah orang tua berada pun telah mulai menyediakan fasilitas VCD driver dan mengoleksi aneka VCD berisi cerita animasi untuk anak-anaknya. Semua perangkat hiburan yang tergolong mewah tersebut telah nyata dimiliki oleh masyarakat Indonesia, tanpa banyak kesulitan untuk mendapatkannya. Apalagi pada saat ini keadaan ekonomi Indonesia sudah mulai membaik tidak sulit lagi untuk mendapatkan perangkat-perangkat tersebut. Dengan demikian, perangkat tersebut bisa sangat membantu pambelajaran anak.
Pada dasarnya, anak-anak sekolah dasar masa kini sangat tertarik oleh aneka cerita komik buatan seniman asing, terutama buatan seniman Jepang. Doraemon, Pokemon, Digimon, Dragon Ball, dan jenis cerita komik lainnya, telah begitu mengakar dalam ingatan anak-anak. Ketika anak-anak membuat gambar sebagai tugas yang diberikan oleh guru di sekolah, atau pun ketika menggambar suka hati di rumah, tokoh-tokoh cerita komik banyak muncul sebagai objek gambar kesukaan mereka. Oleh karena itu, komik sebagai karya seni rupa dan sastra, dalam batas tertentu bisa dimanfaatkan sebagai media pembelajaran. Kesukaan anak-anak terhadap cerita komik, pada satu sisi yang baik, bisa  dimanfaatkan dalam mengolah materi ajar bagai anak SD dalam bentuk komik juga. 
Dengan kesukaan anak-anak sekolah dasar terhadap komik, maka dalam proses pembelajaran dapat memanfaatkan media komik agar pembelajaran dapat berlangsung menyenangkan. Kesenangan tersebut akan berpengaruh positif terhadap hasil karya yang dihasilkan nantinya. Dengan demikian, diharapkan para calon guru sekolah dasar harus bisa mengidentifikasi dan memahami apa kesukaan para siswanya, sehingga nantinya mampu merancang pembelajaran yang sesuai dengan yang diinginkan oleh siswa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar